Info Menarik
Loading...

Wisata Budaya, Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat Tempatnya

Ning stasiun balapan
Kuto solo sing dadi kenangan
Kowe karo aku
Naliko ngeterke lungamu
Ning stasiun balapan
Rasane koyo wong kelangan
Kowe ninggal aku
Ra kroso netes eluh ning pipiku
Da a… Dada sayang
Da… Slamat jalan
Reff :
Janji lungo mung sedelo
Jare sewulan ra ono
Pamitmu naliko semono
Ning stasiun balapan solo
Jare lungo mung sedelo
Malah tanpo kirim warto
Lali opo pancen nglali
Yen eling mbok enggal bali

Lirik lagu tersebut pasti sudah nggak asing lagi didengar di telinga kita. Ya, lagu yang dinyanyikan oleh Didi Kempot ini sangat khas sekali dengan Kota Solo. Bagi yang ingin mendengarkan lagu tersebut bisa dilihat di youtube. Mau tahu dengan pasti Budaya yang ada di Kota Solo? Yuk kita baca sejenak tulisn berikut ini !

Di Indonesia terdapat beberapa keraton dan salah satunya yang sangat populer dan terkenal adalah Keraton Kasunanan Surakarta. Surakarta atau yang lebih dikenal dengan sebutan Solo merupakan salah satu kota besar yang terletak di Propinsi Jawa Tengah. Selain sebagai kota olahraga, perdagangan dan jasa, kota Solo juga termasuk kota pariwisata dan budaya. Sektor pariwisata merupakan andalan kota Solo dalam meningkatkan pendapatan  daerah. Kota Solo memiliki sejumlah objek wisata yang bersifat kebendaan seperti Keraton Kasunanan Surakarta, Pura Mangkunegaran, Museum Radyapustaka, Monumen Pers dan sebagainya.

Selain itu, di Kota Solo juga terdapat tempat wisata yang sekaligus sebagai tempat berbelanja seperti Pasar Klewer, Kampung Batik Kauman dan Laweyan, Pasar gede, Pasar Legi dan Pasar Triwindu. Pada kesempatan yang berbahagia ini, tepatnya saat kegiatan ASEAN Blogger Festival Indonesia Tahun 2013 kami mengunjungi Keraton Kasunanan Surakarta. Di tempat ini diadakan penutupan kegiatan ASEAN Blogger Festival Indonesia Tahun 2013. Dan ini adalah pertama kalinya saya mengunjungi keraton tersebut bersama peserta ABFI 2013 lainnya. Sungguh sejak pertama kali memasuki lingkungan keraton, terasa ada hal baru dalam benakku. Langsung saja ke TKP !

KERATON KASUNANAN SURAKARTA


Keraton merupakan tempat tinggal atau istana raja beserta keluarga besarnya. Sebagai tempat tinggal sekaligus simbol kekuasaan, keraton bukan hanya sebagai bangunan tunggal melainkan sebuah kompleks dengan banyak bangunan dan area yang memiliki fungsi berbeda-beda, mulai dari ALun – alun Lor, Sasana Sumewa, Sitihinggil, Kamandungan, Sri Manganti, Kedaton hingga Alun – alun Kidul. Keraton Surakarta atau dalam nama resminya Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat, merupakan cikal bakal tumbuhnya Kota Solo. Keraton ini, pertama kali dibangun oleh Sunan Paku Buwono II pada tahun 1745 sebagai pengganti keraton di Kartasura yang hancur karena peristiwa Geger Pacinan tiga tahun sebelumnya.

Bangunan – bangunan yang terdapat di keraton saat ini merupakan hasil pembangunan yang terus – menerus dilakukan dan mencapai puncaknya pada saat kekuasaan Paku Buwana X pada tahun 1893 – 1939. Meskipun pembangunan keraton dilakukan secara bertahap, tetapi pola dasar tata ruangnya tetap sama dengan awalnya, yakni seperti yang dibangun oleh Paku Buwono II. Lokasi dibangunnya keraton dan arsitekturalnya sangat kental dengan corak dan gaya Eropa yaitu warnanya dominan putih dan biru. Hal ini mengingatkan keterlibatan pemerintah kolonial Belanda dalam pembangunan keraton.

Secara umum, kompleks Keraton Surakarta meliputi : Alun – alun Lor dan Alun – alun Kidul, Sasana Sumewa, Sitihinggil Lor dan Sitihinggil Kidul, Kamandungan Lor dan Kamandungan Kidul, Sri Manganti Lor dan Sri Manganti Kidul, Kedhaton dan Magangan. Kompleks Keraton Surakarta dikelilingi oleh bangunan tembok setinggi tiga sampai lima meter dengan ketebalan lima meter sebagai dinding pertahanan. Di halaman istana Keraton Surakarta terdapat sebuah menara yang bernama Panggung Sanggabuwono. Konon menara ini sangat misterius dan menjadi tempat bertemunya raja dengan penguasa laut selatan, Nyi Roro Kidul.

Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat kini menjadi bangunan cagar budaya yang dilindungi oleh pemerintah. Selain bangunan fisik, Keraton Kasunanan juga memiliki warisan budaya berupa upacara adat, tarian sacral, maupun benda – benda pusaka. Upacara ritual adat yang terkenal adalah Grebeg, Sekaten dan Malam Satu Sura. Kegiatan tersebut dijadikan kalender event resmi tahunan oleh Pemerintah Kota Surakarta. Apa itu Grebeg, Sekaten, Malam Satu Sura dan Tingalan Jumenengan Dalem? Berikut penjelasannya !

Grebeg
Sumber Foto : http://www.flickr.com/photos/ariaman/5453081744/
Ada tiga kali upacara grebeg dalam setiap tahun yang dihitung berdasarkan kalender atau penanggalan Jawa. Grebeg yang pertama adalah Grebeg Mulud yang diselenggarakan setiap tanggal dua belas pada bulan Mulud atau bulan ketiga penanggalan Jawa. Grebeg yang kedua adalah Grebeg Sawal yang digelar setiap tanggal satu sawal (bulan kesepuluh) dan Grebeg yang ketiga adalah Grebeg Besar yang dilaksanakan pada tanggal sepuluh bulan Besar (bulan kedua belas). Dalam setiap upacara ini, raja mengeluarkan sedekah kepada kawulanya yang disebut Hajad Dalem sebagai perwujudan rasa syukur atas kemakmuran kerajaan. Hajad Dalem tersebut adalah gunungan jaler (baca : lelaki) dan gunungan estri (baca : perempuan). Gunungan tersebut dikirab dari dalam kompleks keraton menuju ke Masjid Agung untuk dido’akan dan kemudian dibagikan kepada warga. Namun sering kali saat masih dalam proses kirab gunungan sudah menjadi rebutan pengunjung karena keyakinan ada tuah atau berkah dari benda – benda yang menjadi bahan pembuatan gunungan tersebut.

Sekaten
Perayaan Sekaten di Keraton Surakarta
Sumber Foto :  http://www.wego.co.id/berita/melebur-di-kemeriahan-sekaten-solo/

Sekaten merupakan sebuah tradisi Keraton Surakarta untuk memperingati kelahiran Nabi Muhammad SAW (Maulid Nabi). Ritual ini menyertakan upacara berupa dibunyikannya dua perangkat gamelan bernama Kyai Guntur Madu dan Kyai Guntursari. Dua gamelan yang menjadi pusaka Keraton Surakarta tersebut ditempatkan di Masjid Agung dan ditabuh selama tujuh hari, sejak tanggal enam Mulud (dalam kalender hijriyahbukan Mulud adalah bulan Rabilul Awal). Ritual ini konon sudah ada sejak masa Kerajaan Demak. Sunan Kalijaga yang memiliki ide mengadakan Sekaten sebagai sarana penyebaran agama islam. Sekaten diyakini berasal dari kata Syahadatain. Gamelan dibunyikan untuk menarik perhatian masyarakat. Pada saat yang bersamaan digelar pasar malam yang berlangsung selama sebulan penuh. Berbagai hasil kerajinan rakyat dan kesenian tradisional dipentaskan dalam acara yang berlangsung di Alun – alun Lor. Perayaan Sekaten ditutup dengan Grebeg Mulud.

Malam Satu Sura

Satu Sura dalam kalender penanggalan Jawa merupakan tanda pergantian tahun baru. Penanggalan Jawa tersebut berdasarkan peredaran bulan yang mengadopsi kalender hijriyah. Dalam kalender Jawa, bulan Sura dianggap sebagai bulan keramat sehingga seluruh pusaka yang dimiliki keraton harus dijamas (disucikan). Perayaan datangnya tahun baru atau malam satu sura dilakukan dengan ritual kirab Mubeng Beteng atau berjalan kaki mengelilingi tembok beteng keraton dengan arah berkebalikan dengan arah jarum jam. Pada saat ritual Mubeng Beteng ini, seluruh pusaka keraton dikeluarkan dan disertakan dalam kirab. Di posisi terdepan, Kerbau Bule bernama Kiai Slamet yang juga menjadi pusaka keraton menjadi pembuka jalan kirab. Ribuan orang mengikuti malam satu sura dengan harapan mendapatkan  berkah pusaka keraton terutama dari Kerbau Bule Kiai Slamet dengan cara berebut keratonnya.

Tingalan Jumenengan Dalem

Tingalan Jumenengan Dalem adalah upacara memperingati kenaikan tahta raja (saat ini raja Keraton Surakarta adalah Paku Buwono XIII). Dalam Tingalan Jumenengan Dalem, diselenggarakan pisowanan ageng atau pertemuan besar yang dihadiri seluruh abdi dalem dan sentana dalem. Sehari sebelum upacara biasanya pihak keraton akan memberikan gelar kebangsaan kepada orang yang dianggap berjasa terhadap keraton. Dalam tardisi Jumenengan, sinuhun atau raja akan menghadiri pisowanan ageng untuk menyaksikan tarian sakaral Bedaya Ketawang. Tarian ini hanya ditampilkan sekali dalam setahun yakni dalam upacara tingalan jumenengan tersebut.  Tari Bedaya Ketawang ini dilakukan oleh 8 abdi dalem yang menjadi penari dan kesemuanya perempuan yang masih gadis serta harus berpuasa 40 hari sebelumnya. Konon, dalam tarian yang diciptakan raja terbesar Mataram, Sultan Agung ini, ada satu penari yang tidak terlihat wujudnya (penari dari alam gaib) yang ikut menari.

Selain event budaya tradisi tersebut, masih ada tradisi keraton lainnya yang menarik untuk diikuti, yaitu Mahesa Lawung. Tradisi ini biasanya diadakan setiap bulan Rabiul Akhir di Hutan Krendhawaha yang terletak di Gondangrejo, Karanganyar. Ritual Mahesa Lawung merupakan upacara pemberian sesaji berupa kepala kerbau (mahesa) diawali dari Bangsal Gondorasan di Komplek Keraton. Banyak yang menyebut tradisi Mahesa Lawung sudah ada sejak masa Kerajaan Majapahit dengan nama Sesaji Rawedha. Penanaman kepala kerbau di Alas Krendhawana bertujuan untuk memohon keselamatan bangsa. Kepala kerbau tersebut dipersembahkan kepada Bethari Durga atau dewi Uma yang menjaga hutan yang dikenal angker dan menjadi tempat sakral untuk bersemedi.
Tradisi lain dari Keraton Surakarta adalah malam selikuran yang diselenggarakan setiap tanggal 20 malam bulan pasa (Ramadhan). Ritual ini dilakukan untuk menyambut datangnya lailatul qadar (malam seribu bulan) dengan cara melakukan kirab 1000 tumpeng dari Pagelaran Keraton  menuju Taman Sriwedari. Prajurit Keraton akan mengawal bersama dengan barisan pembawa lampu ting (lentera).

Itulah, beberapa Kekayaan Khasanah Warisan Budaya Bangsa di Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat. Dan kini, kita sebagai generasi muda Indonesia patut untuk melestarikannya sehingga Kekayaan Khasanah Warisan Budaya tersebut menjadi "Kekayaan Khasanah Warisan Budaya Bangsa dan Upaya Konstruktif Menuju Komunitas ASEAN 2015"

 

Share with your friends

4 comments

  1. setuju, sebagai generasi muda harus melestarikan peninggalan sejarah.
    tulisannya lengkap :)

    ReplyDelete
  2. @Cahsolo : Solo menyimpan sejuta kenangan.....
    Bunda Indah : Siap melestarikan sejarah Indonesia, siapa lagi kalau bukan kita "Generasi INDONESIA"..... Terima kasih Bunda Indah....
    Ndan Edy : Oke ndan, Nge-Blog membuat kita Go > Blog !!!!! Ayo Ngeblog dan semangat untuk Indonesia !

    ReplyDelete
  3. Oke... Mari menjadi Blogger sekaligus menjadi Duta Wisata di Daerah kita masing-masing !!!!

    ReplyDelete

Didik Jatmiko merupakan Blogger dan YouTuber dari Bojonegoro yang mencoba berkreasi, silahkan berkomentar sesuai postingan dan dilarang berkomentar menyinggung SARA dan SPAM.

Terima kasih telah berkunjung dan salam damai dari Bojonegoro.

Notification
This is just an example, you can fill it later with your own note.
Done